Toxic Positivity : Saat Kata Penyemangat Malah Menjadi Menyengat
![]() |
| Foto dari : Pinterest (the minds journal) |
Toxic
positivity adalah keyakinan bahwa kita harus menjaga sikap dan pola pikir
positif, tidak peduli seberat apapun situasinya. Toxic positivity tanpa
disadari sering tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya ketika seseorang
butuh pendengar untuk masalah yang menimpanya, dan si pendengar tersebut
mengeluarkan kata-kata penyemangat namun tidak tepat pada waktunya.
Toxic
Positivity umumnya mengacu pada situasi di mana seseorang yang sedang
tertimpa kemalangan, terus-menerus didorong untuk melihat sisi terang kehidupan
tanpa diberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan mereka. Mengabaikan
perasaan sesungguhnya dari orang yang sedang ditengah masalah, seolah-olah
perasaan negatif yang dialami orang tersebut tidak
penting bagi lawan bicaranya.
Alih-alih
membantu meredakan masalah, Toxic Positivity ini justru membuat si pencerita
tidak mampu membuang emosi negative yang di milikinya. Jika emosi negative
tersebut tertahan, si pencerita tidak memiliki ruang untuk memahami semua emosi
yang muncul dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya untuk
mengatasi semua emosi negative tersebut . Emosi negative yang tidak tersalurkan
akan berpotensi berdampak buruk bagi kehidupannya.
Terkadang,
kata-kata penyemangat justru menjadi penyengat bagi mereka yang sedang tertimpa
masalah. Contoh pribadi, Saya memiliki teman yang baru saja diterima kerja
diperusahaan terkenal. Ia menghampiri saya dan bertanya soal pekerjaan yang
saya lakukan. Saya menceritakan masalah dan rintangan yang sedang saya dihadapi. Dengan santai, Ia membalas saya dengan mengatakan “Udah tenang aja. Kamu masih
beruntung, prosesku hingga ketahap ini bahkan lebih berat, kok. Be positive!”
Apakah perasaan
saya menjadi lebih baik? Tentu tidak. Mungkin bagi dia kata-kata tersebut cukup
ampuh mematahkan pikiran & perasaan buruk saya. Namun kenyataannya, hal
tersebut malah membuat saya menjadi semakin berkecil diri. Tanpa disadari, ungkapan
tersebut merupakan kata-kata empati yang masuk kedalam kategori toxic.
Orang-orang
di sekitar kita sering berbicara tentang menjadi positif, tetapi bukan itu yang
dibutuhkan oleh orang yang sedang ditengah masalah. Menolak atau menekan emosi
ini agar terlihat positif dan bahagia di depan orang menyebabkan orang tersebut
menderita. Emosi negative kian menumpuk sehingga menyebabkan stress baik mental
maupun fisik.
Ciri-ciri Toxic Positivity
![]() |
| Foto dari : My education public |
- Sering menyembunyikan perasaan yang saat itu sedang dirasakan.
- Terlihat sedang menghindari sebuah masalah.
- Merasa bersalah ketika mengekspresikan emosi negatif/ mengeluh.
- Memberikan semangat kepada orang lain, tapi dalam waktu yang bersamaan ia juga meremehkan masalah yang dihadapi orang lain. Misalnya seperti "Semangat ya, jangan lembek. Baperan amat, begitu saja kok di pikirin".
- Suka membandingkan diri dengan orang lain, contohnya seperti "kamu masih mending kok, masalahku bahkan lebih parah....".
- Menyalahkan. Misalnya "Ambil aja hikmahnya. Toh ini juga salah kamu".
Cara Mencegah
Toxic Positivity
Jauh lebih baik mencermati emosi daripada mencoba menghindarinya. Mulailah belajar menerima dan mencari dukungan dari orang lain ketika menghadapi emosi negatif. Nah, berikut ini adalah cara yang bisa anda lakukan untuk mencegah toxic positivity :
- Biarkanlah orang lain untuk berbicara secara terbuka tentang emosi mereka, dan jangan menghakiminya.
- Hindari keinginan mencoba untuk memiliki respons positif terhadap semua yang dikatakan seseorang.
- Kenali emosi negatif yang intens. Hal ini sering kali bertepatan dengan pikiran positive yang kuat, seperti ketika kesedihan yang mendalam juga menandakan cinta yang mendalam.
- Percaya bahwa merasakan perasaan adalah bagian dari menjadi manusia, tidak harus selalu positif.
- Tidak apa-apa untuk menjadi tidak baik-baik saja.
Anda tidak
harus selalu bahagia untuk menjadi sukses. Tidak apa-apa jika Anda merasa sedang
tidak baik-baik saja. Anda perlu memahami mengapa Anda merasakan apa yang Anda
rasakan dan tidak memaksakan diri untuk terlihat bahagia.
Nah, sekian
pembahasan tentang Toxic Positivity. Apapun yang Anda rasakan, terimalah
sepenuhnya ya. Jangan menyangkal atau menekan perasaan Anda. Anda perlu
memotivasi diri sendiri untuk menjadi lebih baik, tetapi jangan biarkan itu
menjadi racun yang dapat merugikan Anda.



Wah keren banget
BalasHapus